Makin hari jalanan dijakarta makin macet aja...mo salahin siapa ya? soalnya dah kayak "lingkaran setan". Mungkin gara2 makin menjamurnya tempat belanja kali ya...Heran!?@. Kalo di negara lain yang udah maju paling di utamain Pendidikannya, eh..malah di negara kita yang paling dapet prioritas utama tempat belanjanya.
Coba ada investor yang mau bangun Mall Pendidikan di dalemnya berupa conter2 pendidikan yang bisa bekalin kita sama multi keterampilan, Disebelah kiri kita ada conter yang nawarin belajar cara membuat roti enak, sebelahnya lagi nawarin cara buat bodi mobil pakai almunium, pojoknya lagi nawarin cara bikin mesin motor, sebelah kanannya nawarin cara motong rambut dengan berbagai gaya...maih banyak lagi deh...
dijamin makin sering kita ke Mall Pendidikan, makin pinter and bakal punya multitalent yang seabrek-abrek...
Kapan ya ada investor yang mau bikin Mall Pendidikan....
O iya investornya kan lagi nulis posting :).. I wish...
Wednesday, November 22, 2006
Friday, September 08, 2006
Penting : Untuk Orang Yang Mau Berhasil !!!
Doa dan Bungkusan yg Ruwet oleh Bahtiar HS, 29 Juni 2006
Malam Jum’at di Masjid Rungkut Jaya. Suatu kali. Beberapa ayat telah dikupas dari berbagai tafsir: Jalalain, Al-Mishbah, Al-Azhar, Adz-Dzikra, Fii Dzilalil Qur’an, dan beberapa tafsir berbahasa Jawa dan Inggris.
“Saya pernah berdoa yang tak biasa, Pak,” kata Bu Kus membuka sesi pertanyaan. “Apa itu, Bu Kus?” tanya Pak Suherman Rosyidi, Sang Ustadz.
“Suatu kali saya berdoa: Ya Allah, jadikan saya istri yang selalu terlihat cantik di mata suami.” “Doa yang bagus, dong,” sergah Pak Ustadz, “lalu apa yang terjadi?”
“Ya, memang bagus, Pak Herman. Tetapi, esok harinya wajah saya mulai ditumbuhi jerawat yang saya tidak tahu darimana datangnya. Banyak. Beberapa hari kemudian malah memenuhi seluruh wajah. Saya jadi kebingungan. Akhirnya mau tidak mau saya harus menjalani perawatan kecantikan wajah ke sebuah salon kecantikan, suatu hal yang tidak pernah saya lakukan. Saya harus datang ke tempat itu untuk membersihkan jerawat di muka saya. Berkali-kali. Berhari-hari. Hasilnya tentu saja mengejutkan saya. Wajah saya menjadi lebih bersih dari semula. Lebih cantik.”
“Berarti doa ibu dikabulkan sama Allah. Ya nggak?” “Ya, sih Pak. Tetapi itu belum seberapa, Pak.”
“Maksudnya gimana?” “Saya juga pernah berdoa yang tak biasa, Pak. Doa yang lain.”
“Apa itu?” “Saya berdoa agar Allah menjadikan saya istri yang setia pada suami.”
“Doa yang bagus juga. Lalu apa yang terjadi, Bu?”
“Esok harinya, suami saya jatuh sakit. Tak bisa bangun. Ia harus dirawat di rumah sakit. Berhari-hari. Saya mau tak mau harus menungguinya selama terbaring itu. Saya bahkan sampai merasa itu semua seperti ujian bagi saya. Ujian terhadap kesetiaan saya, apakah saya tetap setia pada suami apa tidak. Saya seketika teringat akan doa yang pernah saya panjatkan sebelumnya.”
“Berarti doa ibu dikabulkan sama Allah. Ya nggak?” “Ya, sih, Pak.”
“Lalu sekarang, pertanyaannya Ibu apa?” “Bukan pertanyaan, Pak.”
“Lalu apa?” “Sekarang ini, saya justru merasa takut untuk berdoa. Gimana ini?”
***END***
Sasa sudah bertekat bulat untuk tidak melanjutkan mondok di tempat ini. Anak sulung Pak Khoirul, teman sekantorku itu, seperti sudah patah arang. Beberapa lama dicoba hingga satu semester berlalu, tetapi rasanya tak juga kerasan tinggal di pondok semodern ini lebih lama lagi. Mana jarak Ngawi dan Surabaya buatnya begitu jauh. Apalagi terpisah dengan orang tua.
Sudah banyak upaya yang dilakukan Pak Khoirul dan istrinya agar Sasa bertahan dan bersabar untuk tetap melanjutkan pendidikan di pondok itu. Semua jalan dan cara sepertinya sudah ditempuh. Mengunjungi Sasa setiap pekan atau liburan. Menyediakan untuknya segala yang diperlukan. Memberikan kesempatan padanya untuk menelepon ke rumah, interlokal, kapan saja ia perlu. Meminta bantuan ustadzah-ustadzah di sana untuk memberikan arahan dan support pada Sasa. Termasuk pendekatan pada teman-teman Sasa seasrama.
Namun semua itu rasanya tak bisa menyurutkan niat Sasa untuk pergi.
Tak henti Pak Khoirul berdoa bagi Sasa, agar anak sulungnya itu tetap mondok di sana, menimba dan memperdalam ilmu agama. Hingga pada suatu saat, beliau merasa mentok, dan akhirnya hanya bisa pasrah. “Ya Allah, saya tidak punya lagi cara dan upaya agar Sasa tetap mondok di tempat ini. Semuanya saya serahkan dan pasrahkan pada-Mu. Jika keberadaannya di pondok pesantren ini baik baginya, berilah kesempatan padanya untuk tetap berada di sini. Jika memang sebaliknya, kami pasrah jika seandainya ia pulang dan tidak kembali ke tempat ini.”
Tak lama kemudian, Sasa justru jatuh sakit di pondok ketika masa liburan baru saja tiba. Ia bahkan harus menjalani rawat inap di klinik pondok tempatnya belajar. Bapak dan ibunya akhirnya datang dari Surabaya dan pontang-panting mengurusi dirinya, menungguinya terbaring di klinik. Berhari-hari.
Namun di sinilah rupanya titik balik itu bermula.
Di klinik tersebut ada beberapa kakak kelas Sasa yang juga terbaring sakit. Rawat inap seperti Sasa. Dan karena terbaring di tempat yang sama, terjalinlah komunikasi di antara mereka. Saling mengenal. Saling menyapa. Saling bercerita, mengungkapkan pengalaman masing-masing selama di pondok. Dan tidak seperti teman-teman sebayanya di asrama, kakak kelas senasib di klinik ini mampu menulari Sasa semangat, nasihat, dan dorongan yang selama ini tak didapatkannya dari teman-temannya. Sasa serasa mendapatkan “kakak”. Sasa menjadi merasa tidak sendirian di tempat ini.
Tentu saja Pak dan Bu Khoirul gembira. Bahkan saking gembiranya, secara diam-diam, Bu Khoirul menitipkan uang kepada kakak kelas yang sama-sama terbaring di klinik itu untuk dipakai membelikan sesuatu buat Sasa, mengajaknya makan, atau kegiatan-kegiatan lain, semata agar Sasa merasa mendapatkan teman yang cocok di lingkungan ini.
Ketika sudah sembuh dari sakitnya, maka Pak dan Bu Khoirul kembali merasa deg-degan, kalau-kalau Sasa tetap ingin pergi dan tak kembali. Namun, ditunggu beberapa lama, tak juga ada ajakan yang dikhawatirkan itu. Sasa tak pernah lagi mengutarakan rencananya untuk pulang dan tak kembali ke pondok. Setidaknya hingga detik ini. Bahkan ia mengaku mulai kerasan di pondok itu.
***END***
“Apakah Tuhan memberikan apa yang engkau harap dengan mengantarkannya dalam bungkusan yang indah?” Neno Warisman pernah bertanya demikian pada sebuah acara di televisi, mengutip pernyataan seorang pakar yang aku lupa namanya.
“Tidak!” lanjut Neno. “Tuhan tidak mengantarkan apa yang engkau minta dalam sebuah bungkusan yang menarik lagi indah. Bahkan Ia mengantarkannya dalam bungkusan yang jelek, ruwet, carut-marut, dan kelihatannya sukar untuk dibuka. Pertanyaannya adalah: mengapa?”
“Itu tidak lain karena Ia ingin melihat bagaimana engkau membuka bungkusan itu dengan penuh kesabaran, telaten, bersusah-payah lapis demi lapis, sedikit demi sedikit, terus, terus, dan terus. Tak pernah berhenti apalagi berpaling. Hingga pada akhirnya bungkus terakhir terbuka dan engkau mendapatkan sesuatu yang engkau harapkan ada di dalamnya.”
Bukankah Allah pasti akan mengabulkan apa yang hamba-Nya pinta? Kuncinya kalau begitu adalah: jangan pernah berhenti memuja. Jangan pernah berhenti berharap.
Allah tidak tidur. Allah mahamengetahui. Allah mahamendengar.
Dia maharahman dan rahim.
Sungguh tak ada yang sepatutnya kita lakukan kecuali selalu berprasangka baik pada setiap pemberian-Nya. Entah nikmat, entah musibah. Karena musibah pun mungkin hanyalah bungkus belaka; yang selayaknya kita yakini bahwa itu semua hanya karena Ia ingin melihat kita membukanya dengan sepenuh cinta.
Malam Jum’at di Masjid Rungkut Jaya. Suatu kali. Beberapa ayat telah dikupas dari berbagai tafsir: Jalalain, Al-Mishbah, Al-Azhar, Adz-Dzikra, Fii Dzilalil Qur’an, dan beberapa tafsir berbahasa Jawa dan Inggris.
“Saya pernah berdoa yang tak biasa, Pak,” kata Bu Kus membuka sesi pertanyaan. “Apa itu, Bu Kus?” tanya Pak Suherman Rosyidi, Sang Ustadz.
“Suatu kali saya berdoa: Ya Allah, jadikan saya istri yang selalu terlihat cantik di mata suami.” “Doa yang bagus, dong,” sergah Pak Ustadz, “lalu apa yang terjadi?”
“Ya, memang bagus, Pak Herman. Tetapi, esok harinya wajah saya mulai ditumbuhi jerawat yang saya tidak tahu darimana datangnya. Banyak. Beberapa hari kemudian malah memenuhi seluruh wajah. Saya jadi kebingungan. Akhirnya mau tidak mau saya harus menjalani perawatan kecantikan wajah ke sebuah salon kecantikan, suatu hal yang tidak pernah saya lakukan. Saya harus datang ke tempat itu untuk membersihkan jerawat di muka saya. Berkali-kali. Berhari-hari. Hasilnya tentu saja mengejutkan saya. Wajah saya menjadi lebih bersih dari semula. Lebih cantik.”
“Berarti doa ibu dikabulkan sama Allah. Ya nggak?” “Ya, sih Pak. Tetapi itu belum seberapa, Pak.”
“Maksudnya gimana?” “Saya juga pernah berdoa yang tak biasa, Pak. Doa yang lain.”
“Apa itu?” “Saya berdoa agar Allah menjadikan saya istri yang setia pada suami.”
“Doa yang bagus juga. Lalu apa yang terjadi, Bu?”
“Esok harinya, suami saya jatuh sakit. Tak bisa bangun. Ia harus dirawat di rumah sakit. Berhari-hari. Saya mau tak mau harus menungguinya selama terbaring itu. Saya bahkan sampai merasa itu semua seperti ujian bagi saya. Ujian terhadap kesetiaan saya, apakah saya tetap setia pada suami apa tidak. Saya seketika teringat akan doa yang pernah saya panjatkan sebelumnya.”
“Berarti doa ibu dikabulkan sama Allah. Ya nggak?” “Ya, sih, Pak.”
“Lalu sekarang, pertanyaannya Ibu apa?” “Bukan pertanyaan, Pak.”
“Lalu apa?” “Sekarang ini, saya justru merasa takut untuk berdoa. Gimana ini?”
***END***
Sasa sudah bertekat bulat untuk tidak melanjutkan mondok di tempat ini. Anak sulung Pak Khoirul, teman sekantorku itu, seperti sudah patah arang. Beberapa lama dicoba hingga satu semester berlalu, tetapi rasanya tak juga kerasan tinggal di pondok semodern ini lebih lama lagi. Mana jarak Ngawi dan Surabaya buatnya begitu jauh. Apalagi terpisah dengan orang tua.
Sudah banyak upaya yang dilakukan Pak Khoirul dan istrinya agar Sasa bertahan dan bersabar untuk tetap melanjutkan pendidikan di pondok itu. Semua jalan dan cara sepertinya sudah ditempuh. Mengunjungi Sasa setiap pekan atau liburan. Menyediakan untuknya segala yang diperlukan. Memberikan kesempatan padanya untuk menelepon ke rumah, interlokal, kapan saja ia perlu. Meminta bantuan ustadzah-ustadzah di sana untuk memberikan arahan dan support pada Sasa. Termasuk pendekatan pada teman-teman Sasa seasrama.
Namun semua itu rasanya tak bisa menyurutkan niat Sasa untuk pergi.
Tak henti Pak Khoirul berdoa bagi Sasa, agar anak sulungnya itu tetap mondok di sana, menimba dan memperdalam ilmu agama. Hingga pada suatu saat, beliau merasa mentok, dan akhirnya hanya bisa pasrah. “Ya Allah, saya tidak punya lagi cara dan upaya agar Sasa tetap mondok di tempat ini. Semuanya saya serahkan dan pasrahkan pada-Mu. Jika keberadaannya di pondok pesantren ini baik baginya, berilah kesempatan padanya untuk tetap berada di sini. Jika memang sebaliknya, kami pasrah jika seandainya ia pulang dan tidak kembali ke tempat ini.”
Tak lama kemudian, Sasa justru jatuh sakit di pondok ketika masa liburan baru saja tiba. Ia bahkan harus menjalani rawat inap di klinik pondok tempatnya belajar. Bapak dan ibunya akhirnya datang dari Surabaya dan pontang-panting mengurusi dirinya, menungguinya terbaring di klinik. Berhari-hari.
Namun di sinilah rupanya titik balik itu bermula.
Di klinik tersebut ada beberapa kakak kelas Sasa yang juga terbaring sakit. Rawat inap seperti Sasa. Dan karena terbaring di tempat yang sama, terjalinlah komunikasi di antara mereka. Saling mengenal. Saling menyapa. Saling bercerita, mengungkapkan pengalaman masing-masing selama di pondok. Dan tidak seperti teman-teman sebayanya di asrama, kakak kelas senasib di klinik ini mampu menulari Sasa semangat, nasihat, dan dorongan yang selama ini tak didapatkannya dari teman-temannya. Sasa serasa mendapatkan “kakak”. Sasa menjadi merasa tidak sendirian di tempat ini.
Tentu saja Pak dan Bu Khoirul gembira. Bahkan saking gembiranya, secara diam-diam, Bu Khoirul menitipkan uang kepada kakak kelas yang sama-sama terbaring di klinik itu untuk dipakai membelikan sesuatu buat Sasa, mengajaknya makan, atau kegiatan-kegiatan lain, semata agar Sasa merasa mendapatkan teman yang cocok di lingkungan ini.
Ketika sudah sembuh dari sakitnya, maka Pak dan Bu Khoirul kembali merasa deg-degan, kalau-kalau Sasa tetap ingin pergi dan tak kembali. Namun, ditunggu beberapa lama, tak juga ada ajakan yang dikhawatirkan itu. Sasa tak pernah lagi mengutarakan rencananya untuk pulang dan tak kembali ke pondok. Setidaknya hingga detik ini. Bahkan ia mengaku mulai kerasan di pondok itu.
***END***
“Apakah Tuhan memberikan apa yang engkau harap dengan mengantarkannya dalam bungkusan yang indah?” Neno Warisman pernah bertanya demikian pada sebuah acara di televisi, mengutip pernyataan seorang pakar yang aku lupa namanya.
“Tidak!” lanjut Neno. “Tuhan tidak mengantarkan apa yang engkau minta dalam sebuah bungkusan yang menarik lagi indah. Bahkan Ia mengantarkannya dalam bungkusan yang jelek, ruwet, carut-marut, dan kelihatannya sukar untuk dibuka. Pertanyaannya adalah: mengapa?”
“Itu tidak lain karena Ia ingin melihat bagaimana engkau membuka bungkusan itu dengan penuh kesabaran, telaten, bersusah-payah lapis demi lapis, sedikit demi sedikit, terus, terus, dan terus. Tak pernah berhenti apalagi berpaling. Hingga pada akhirnya bungkus terakhir terbuka dan engkau mendapatkan sesuatu yang engkau harapkan ada di dalamnya.”
Bukankah Allah pasti akan mengabulkan apa yang hamba-Nya pinta? Kuncinya kalau begitu adalah: jangan pernah berhenti memuja. Jangan pernah berhenti berharap.
Allah tidak tidur. Allah mahamengetahui. Allah mahamendengar.
Dia maharahman dan rahim.
Sungguh tak ada yang sepatutnya kita lakukan kecuali selalu berprasangka baik pada setiap pemberian-Nya. Entah nikmat, entah musibah. Karena musibah pun mungkin hanyalah bungkus belaka; yang selayaknya kita yakini bahwa itu semua hanya karena Ia ingin melihat kita membukanya dengan sepenuh cinta.
Wednesday, September 06, 2006
Mengenal dan Menggunakan Komputer
Pernah menggunakan komputer? Asik ya bermain dengan komputer. Selain game-game yang menarik, komputer menyediakan fasilitas-fasilitas untuk berkreasi.
Nggak sulit kok, yang penting kita mau belajar dan terus mencoba. Oh iya..sebelum menggunakan komputer, kita harus mengetahui peralatan apa saja yang digunakan untuk bermain komputer, mudah lho untuk mengenalinya....kali ini kita mulai yuk buat belajar komputer. Pokoknya nggak ada kata terlambat deh untuk belajar komputer.
Komputer punya cara tersendiri lho buat dipelajari tanpa harus "makan bangku kuliahan" atau kursus..
Tunggu tulisan berikutnya ya tentang "Z-A belajar komputer, bukan A-Z belajar Komputer"
Write : Compukidz
Nggak sulit kok, yang penting kita mau belajar dan terus mencoba. Oh iya..sebelum menggunakan komputer, kita harus mengetahui peralatan apa saja yang digunakan untuk bermain komputer, mudah lho untuk mengenalinya....kali ini kita mulai yuk buat belajar komputer. Pokoknya nggak ada kata terlambat deh untuk belajar komputer.
Komputer punya cara tersendiri lho buat dipelajari tanpa harus "makan bangku kuliahan" atau kursus..
Tunggu tulisan berikutnya ya tentang "Z-A belajar komputer, bukan A-Z belajar Komputer"
Write : Compukidz
Friday, August 25, 2006
Fakta : KEYPAD numerik [ 7 ] di HP gak penting..
Fakta: KEYPAD numerik [ 7 ] di HP gak terlalu penting...
Kalo kebetulan keypad [ 7 ] di HP anda rusak, gak usah terlalu bingungkalo mau kirim sms.Huruf-huruf pada keypad [ 7 ] bisa sementara (darurat) diganti denganhuruf lain.
- P diganti F
- Q diganti K
- R diganti L
- S diganti Z.
contoh implementasi:
"Aku mo fulang dulu, abiz itu balu ke mall beli zilvelkuin laza coklatutk facalku. Dia lg facial di zalon ludi hadizuwalno yang di latu flaza.Zoli, keyfad nomol tujuh di hafeku luzak."
Kalo kebetulan keypad [ 7 ] di HP anda rusak, gak usah terlalu bingungkalo mau kirim sms.Huruf-huruf pada keypad [ 7 ] bisa sementara (darurat) diganti denganhuruf lain.
- P diganti F
- Q diganti K
- R diganti L
- S diganti Z.
contoh implementasi:
"Aku mo fulang dulu, abiz itu balu ke mall beli zilvelkuin laza coklatutk facalku. Dia lg facial di zalon ludi hadizuwalno yang di latu flaza.Zoli, keyfad nomol tujuh di hafeku luzak."
Mo tau arti di balik nama jawa..?
Pandai menanam bunga, diberi nama Rosman.> > >Pandai memperbaiki mobil, diberi nama Karman.> > >Pandai main golf …. Parman> > >Pandai dalam korespondensi …. Suratman.> > >Gagah perkasa …. Suparman.> > >Kuat dalam berjalan …. Wakiman.> > >Berani bertanya …. Asman.> > >Ahli membuat kue …. Paiman.> > >Pandai melukis …. Saniman> > >Agar jadi orang kaya …. Sugiman> > >Selalu ketagihan …. Tuman> > >Biar pinter main game …. Giman> > >Biar bisa sering cuti …. Sutiman> > >Biar jadi juragan sate …. Satiman> > >Biar pinter memecahkan problem …. Sukarman> > >Biar kalau ujian ndak usah mengulang ….Herman> > >Biar pinter bikin jus …. Yusman> > >Biar jadi orang yang berwibawa …. Jaiman> > >Biar awet muda ….Joko> > >Biar pinter berperang …. Warman> > >Biar jadi orang Bali …. Nyoman> > >Biar lincah seperti monyet …. Hanoman> > >Biar tetep tinggal di Jogja …. Sleman> > >Biar jadi tukang sepatu handal …. Soleman> > >Biar tetep bisa jalan walau ndak pake mesin ….Delman> > >Selalu setuju … Yoiman> > >Suka ngantuk ….. slipiman> > >Usaha lingerie ….. GTman
Cerita dengan huruf "T"
"Tukang tempe tertantang tukang tahu"
Takkala temperatur terik terbakar terus, tukang tempe tetap tabah,
"Tempe-tempe", teriaknya. Ternyata teriakan tukang tempe tadi terdengar
tukang tahu, terpaksa teriakannya tambah tinggi, "Tahu-tahu-tahu!"
"Tempenya terbaik, tempenya terenak, tempenya terkenal!!", timpal
tukang tempe. Tukang tahu tidak terima,"Tempenya tengik, tempenya
tawar,tempenya terjelek!"
Tukang tempe tertegun, terhenyak, "Teplakkk...!" tamparannya tepat
terkena tukang tahu. Tapi tukang tahu tidak terkalahkan, tendangannya
tepat terkena tulang tungkai tukang tempe.
Tukang tempe terjengkang tumbang! Tapi terus tegak, tatapannya
terhunus tajam terhadap tukang tahu. Tetapi, tukang tahu tidak
terpengaruh tatapan tajam tukang tempe tersebut, "Tidak takut!!!"
tantang tukang tahu.
Tidak ternyana tangan tukang tempe terkepal, tinjunya terarah, terus
tonjokkannya tepat terkena tukang tahu, tak terelakkan! Tujuh
tempat terkena tinjunya, tonjokan terakhir tepat terkena telak.
Tukang tahu terjerembab. "Tolong... tolong... tolong...!", teriaknya
terdengar tinggi. Tetapi tanpa tunda tempo, tukang tempe teruskan
teriakannya, "Tempe... tempe.... tempe...!
Takkala temperatur terik terbakar terus, tukang tempe tetap tabah,
"Tempe-tempe", teriaknya. Ternyata teriakan tukang tempe tadi terdengar
tukang tahu, terpaksa teriakannya tambah tinggi, "Tahu-tahu-tahu!"
"Tempenya terbaik, tempenya terenak, tempenya terkenal!!", timpal
tukang tempe. Tukang tahu tidak terima,"Tempenya tengik, tempenya
tawar,tempenya terjelek!"
Tukang tempe tertegun, terhenyak, "Teplakkk...!" tamparannya tepat
terkena tukang tahu. Tapi tukang tahu tidak terkalahkan, tendangannya
tepat terkena tulang tungkai tukang tempe.
Tukang tempe terjengkang tumbang! Tapi terus tegak, tatapannya
terhunus tajam terhadap tukang tahu. Tetapi, tukang tahu tidak
terpengaruh tatapan tajam tukang tempe tersebut, "Tidak takut!!!"
tantang tukang tahu.
Tidak ternyana tangan tukang tempe terkepal, tinjunya terarah, terus
tonjokkannya tepat terkena tukang tahu, tak terelakkan! Tujuh
tempat terkena tinjunya, tonjokan terakhir tepat terkena telak.
Tukang tahu terjerembab. "Tolong... tolong... tolong...!", teriaknya
terdengar tinggi. Tetapi tanpa tunda tempo, tukang tempe teruskan
teriakannya, "Tempe... tempe.... tempe...!
Mau Jadi Orang Hebat..? Jangan takut buat coba..!
Jadi orang hebat ternyata mudah. Bahkan semua orang bisa jadi orang hebat. Sama halnya seperti jadi manusia, hanya saja ga mungkin lagi..orang tau-tau langsung gede tanpa ngelewatin proses sembilan bulan-balita n' dewasa. Jadi orang hebat itu juga ga instant, ga peduli itu bukan disiplin ilmunya pokoknya dia bisa jadi hebat...Asal....Buat jadi orang hebat ga bisa lewat jalan instant seperti ikut ajang, AFI, Indonesian Idol, dsb. Klo hebat seperti itu dijamin deh masa hebatnya juga instant alis cepet jadi "macan ompong"..tar lagi deh saya kasih tau tipsnya....soalnya saya juga mau belajar jadi orang hebat dulu.....semangat..semangat..
Subscribe to:
Posts (Atom)